Insane

Berdayakan Pekarangan Dengan Sayuran

Siapa bilang tak punya lahan tak bisa menanam sayuran? Kaleng bekas cat pun bisa dimanfaatkan sebagai pot yang hemat tempat.

Sayuran cocok ditanam di sekitar rumah, perkantoran, maupun sekolah-sekolah. Sesempit apa pun pekarangan, aneka sayuran tetap bisa ditanam. Bahkan, bila Anda benar-benar tidak memiliki lahan pun, menanam sayuran masih dapat Anda lakukan.

”Banyak orang mengeluh tidak punya lahan, tetapi ingin tetap menanam. Padahal di tempel di tembok yang kosong juga bisa. Menggunakan rak, ditaruh di atas atap, vertikultur, dan digantung juga bisa,” papar Harini Bambang Wahono, Ketua Kelompok Tani Perkotaan, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.

Sesungguhnya, pemanfaatan pekarangan sudah bertahun-tahun digalakkan melalui gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Melalui gerakan itu, lahirlah istilah Toga (tanaman obat keluarga), warung hidup, maupun apotik hidup. Namun, pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan, kini kian terabaikan.

Pemanfaatan pekarangan di Jakarta misalnya, menurut Mardalena, Kabid Pertanian, Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, sudah dicanangkan sejak 1980-an. “Kami mempunyai program besar untuk budidaya pertanian. Kepada masyarakat, kami berikan bantuan sarana produksi dan penyuluhan,” kata Mardalena. Hasilnya, ada yang berlanjut, ada pula yang tidak.

Warung Hidup

Padahal, setidaknya ada tiga manfaat yang bisa dipetik dari menanam sayuran. Selain menjadi sarana penghijauan yang mempercantik rumah juga bisa sebagai arena penyaluran hobi. Dan hasilnya bisa dikonsumsi sebagai sumber gizi keluarga.

Intensifikasi pekarangan rumah dengan menanam berbagai jenis sayuran dapat berfungsi sebagai “warung hidup” untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi anak-anak sekarang sulit mengonsumsi sayuran dengan berjuta alasan.

Sementara tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia masih di bawah standar Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO). Data terakhir menyebut tingkatannya baru 40,9 kg per kapita per tahun, masih jauh dari rekomendasi yang besarnya 71 kg. “Gerakan makan sayuran harus tetap digalakkan karena memang konsumsi sayuran kita masih rendah. Tapi ketersediaan dan keterjangkauan masyarakat itu harus di penuhi dulu,” harap H. Rachmat Pambudy, Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonsia (HKTI).

Banyak orang telah mempraktikkan pekarangan menjadi kebun mini. Beberapa orang mengakalinya dengan menerapkan pola tanam serba minimalis. Mereka menanam di tanah, menggunakan pot, dan talang PVC yang ditempatkan di pekarangan rumah. Salah seorang yang menerapkan cara itu adalah Regina. Sudah 20 tahun wanita yang tinggal di Cilandak, Jakarta Selatan, itu menanam sayuran di setiap sudut rumahnya. “Kebun sayuran di rumah ini bukan menjadi hal baru bagi saya karena sejak kecil memang sudah menyukai tanaman sayuran,” ungkapnya.

Tak hanya di halaman depan dan belakang rumah, Regina pun memanfaatkan lahan pinggiran kolam renang, dinding rumah, dan balkon lantai dua. Ia menanam sawi, kangkung, terung, cabai, kemangi, dan mentimun. Ia memilih sayuran yang tahan sorot matahari sepanjang hari dan berumur pendek. Di balkon, ia hanya menggunakan pot-pot sebagai wadah penanaman. Pot itu disusun di rak-rak kayu, dan sebagian ditempel di dinding. Media tanamnya terdiri dari sekam, tanah, ditambah kompos.

Regina mengaku intensif mengelola sayuran sejak berumahtangga. “Untuk keluarga, saya harus mendapatkan yang terbaik dan selalu fresh,” kilahnya. Upaya itu, lanjut dia, bisa menyokong kebutuhan keluarga. Karena hasilnya berlebih, kini ia mampu menjual hasil panen. “Secara imaterial tidak bisa dihitung karena keluarga menjadi sehat dan lingkungan pun hijau asri,” tandasnya.

Demikian pula yang dilakukan Sri Murniati Djamaludin, di Bumi Karang Indah, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Sejak tahun 2000, istri mantan Menhut Djamaludin Suryohadikusumo, itu tergerak menanam sayuran dengan media kompos yang dibuat dari limbah rumah tangga. Ia menanam cabai rawit, som jawa (talesom), basil, mint, surumurasaki, dan bayam Korea. “Bayam korea direbus dijadikan lalapan ditambah sambal, enak sekali,” ucap pemilik kebun Karinda itu.

Pun yang diterapkan Kunaria Prakoso Karamoy. Sejak 2003, wanita paruh baya yang tinggal di Pasir Mulia, Bogor, itu memanfaatkan pekarangan dengan beragam sayuran. Sekitar 200 m2 luas pekarangan rumahnya dipenuhi kangkung, pakcoy, selada, cabai rawit, jagung manis, dan terung.

Berbeda dengan kebanyakan orang, Kunaria menerapkan sistem hydro grow box agriculture. Media tanam hanya campuran pasir dan serbuk gergaji, ditambah pupuk cair dan NPK. “Sistem ini tidak becek sehingga sesuai dengan keinginan orang kota,” alasannya.

Sebelum tanam, Kunaria membuat boks-boks yang dibatasi dengan bata atau batako. Ukurannya beragam, umumnya 1,5 m x 9 m. “Dengan sistem ini, umur panen pakcoy dan selada lebih cepat. Dari persemaian hingga panen hanya butuh satu bulan,” tandasnya. Yang jelas, imbuh dia, kualitas hasilnya menyamai hidroponik.

Tak ketinggalan, nenek berusia 78 tahun, Hartini, juga terus berjuang mengajak warga untuk memberdayakan pekarangan. “Kami mempunyai program ketahanan pangan sehingga sebagian pekarangan warga ditanami katuk, pepaya, cabai, tomat, dan bayam,” aku Ketua RW 08 Banjar Sari, Cilandak Barat.

Tak mau kalah dengan wanita, Rachmat Pambudy pun sejak 1990 menghiasi pekarangan rumahnya dengan aneka sayuran. “Saya diajarkan orang tua bertanam sayuran di halaman rumah sejak SD, sekitar 1960—1970,” akunya. Komoditas sayuran, lanjut dosen IPB ini, sangat mudah dibudidayakan. Hasilnya pun dapat dinikmati dengan praktis. Jika tiba waktu panen, tinggal petik lalu dibersihkan dan dimasak.

Karena itu pula di pekarangan rumah Rachmat mudah dijumpai kangkung, bayam, cabai, tomat, pare, dan daun singkong. “Menanam sayuran di pekarangan tentu banyak manfaatnya bagi keluarga. Antara lain, manfaat psikologis. Beragam sayuran di sekeliling rumah membuat rohani keluarga lebih nyaman. Secara ekomonis, keluarga dapat mengonsumsi sayuran yang lebih segar dibandingkan beli di pasar. Juga lebih menyehatkan karena bebas pestisida,” paparnya.

Inovasi Anyar

Nah, bagi Anda yang tidak memiliki pekarangan atau tidak mau ribet, tapi masih ingin menanam sayuran, masih ada cara lain. Anda tinggal beli paket K for K di pasar swalayan. Kemasan kaleng itu berisi benih, media tanam, pupuk, dan panduan praktis cara bercocok tanamnya. Ada empat jenis sayuran yang dapat Anda pilih: selada, caisim, pakcoy, dan bayam merah.

Tiba di rumah, buka tutup kalengnya, siram dengan air, jadilah bertanam sayuran. Satu bulan setelah tanam, sayuran sudah dapat Anda panen. Kemasan K for K dapat juga diperankan sebagai tanaman hias. Ia bisa ditaruh di teras, ruang tamu, meja belajar, bahkan meja kantor.

“Ide dasar kami memproduksi K for K adalah pendidikan. Tujuannya, agar anak-anak gemar menanam dan makan sayuran,” ucap Glenn Pardede, Vice President PT East West Seed Indonesia (EWSI), produsen K for K di Purwakarta, Jabar.

Adalah SD Al Azhar dan SD Victory Plus, keduanya di Kemang Pratama, Bekasi, yang antusias mengadopsi inovasi teknologi EWSI itu. “Tahun ini, sekolah kami membuat program care for environment. Menanam sayuran termasuk paket kegiatan tersebut, karena kebanyakan anak-anak jarang menyukai sayuran,” ungkap Handoko, Kepala SD Victory Plus. Melalui K for K, lanjut dia, dengan mudah anak-anak mengetahui bagaimana menanam, merawat, dan mencintai sayuran sekaligus meningkatkan rasa tanggungjawab mereka.

“Kalau kita ingin bangkit dalam dunia pertanian yang terdidik, tak ada jalan lain kecuali membangun sistem pendidikan berbasis pertanian. Maka, seluruh nilai pendidikan itu harus bernilai aplikatif,” ungkap Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta, Jabar. Lantaran itu pula, untuk 2010, Dedi mengalokasikan dana Rp500 juta untuk membudayakan pertanian di seluruh SD di wilayahnya. “Program yang akan dikembangkan adalah budaya pertanian pedesaan dan perkotaan,” tandasnya.

Khusus bagi anak-anak SD di perkotaan, Dedi berniat memanfaatkan K for K. “Mulai Maret, kami akan menjalankan program itu. Kami berharap, anak-anak bisa lebih sehat dan terbangun budaya pertaniannya,” ucap Dedi.

Terobsesi bisa swasembada sayuran, Walikota Jakarta Pusat, Sylviana Murni, pun telah menginstruksikan kepada seluruh sekolah SD, SMA, dan SMK di Jakpus untuk menanam sayuran di pekarangan sekolah. Ia berharap, melalui program bernama green school tersebut, para siswa mendapatkan ilmu tambahan bidang pertanian. Selain itu, produk pertanian yang ditekuninya dapat dikonsumsi maupun dipasarkan.